Arsip

Posts Tagged ‘Ilmu Kebatinan’

5 STEPS TO AWARENESS ; 40 Kebiasaan Orang Yang Tercerahkan (Langkah Ke Lima ; Point 39 – 40)


Saduran dan ulasan dalam Bahasa Indonesia oleh : ANAND KRISHNA

 

39. EXPERIENCE AND EXHAUST “PRAARABDHA”, THE FRUITS OF PAST ACTIONS — Alami dan habisilah “Praarabdha”, hasil dari perbuatanmu di masa lalu

 

Suka dan duka, panas dan dingin, ketenangan dan kegelisahan — apa saja yang tengah kita alami saat ini adalah karena tindakan kita di masa lalu. Inilah Praarabdha yang harus kita terima, kita alami, dan kita lewati. Baca selengkapnya…

5 STEPS TO AWARENESS ; 40 Kebiasaan Orang Yang Tercerahkan (Langkah Ke Lima ; Point 36 – 38)


Saduran dan ulasan dalam Bahasa Indonesia oleh : ANAND KRISHNA

 

36. RECOGNIZE THAT THE FINITE UNIVERSE IS A PROJECTION OF THE SELF — Sadarilah bahwa alam yang serba terbatas ini hanyalah proyeksi dari “Sang Aku”

 

Alam yang serbaterbatas, walau masih tetap berada di luar jangkauan pikiranku, hanyalah proyeksi dari “Sang Aku”., proyeksi dari Ia yang meliputi segalanya. Ia yang berada di luar dan di dalam diri kita. Persis seperti air dan ikan di dalam kolam. Air berada di di luar ikan dan berada pula di dalamnya.

Alam yang terasa maha luas oleh pikiran kita dan tak terjelaskan inipun hanyalah proyeksi dari ”Sang Aku” — sebagaimana diriku yang serbaterbatas, sebagaimana dirimu yang serbaterbatas pula … Kita semua adalah proyeksi dari “Sang Aku” yang sama. Baca selengkapnya…

5 STEPS TO AWARENESS ; 40 Kebiasaan Orang Yang Tercerahkan (Langkah Ke Lima ; Point 33 – 35)


Saduran dan ulasan dalam Bahasa Indonesia oleh : ANAND KRISHNA

 

33. IN SOLITUDE LIVE JOYOUSLY — Hidup Ceria dalam keheningan dirimu

 

Bukan hidup ceria ditengah hutan; bukan hidup ceria di luar keramaian dunia, tetapi hidup ceria di tengah keramaian dunia, di dalam pasar dunia dengan mempertahankan keheningan dirimu.

Seorang teman berkata, “Sulit.” Saya menjawab, “tidak”, karena keceriaan bukanlah sesuatu yang kita beli dai pasar, bukanlah sesuatu yang kita peroleh dari keramaian. Keceriaan berasal dari dalam diri kita, maka kita hanya akan memperolehnya dari dalam diri kita juga. Baca selengkapnya…

MENSIKAPI LARANGAN MEMAKAI ROK MINI

1 Oktober 2011 7 komentar

Statement yang keluar dari mulut seorang kepala daerah, berkaitan dengan kejadian perkosaan yang kian marak di Jakarta tersebut memang sempat mengundang pro-kontra. Hal senada juga pernah dilontarkan oleh seorang kepala daerah di Aceh, bahwa seorang wanita layak diperkosa jika tidak berbusana ‘tertutup’.

Kita tidak bisa menerima, bahwa jika kita tergoda oleh wanita yang berpakaian ‘merangsang’ itu hanyalah karena kelemahan kita sendiri, syahwat kita yang lemah dan tidak terkendali. Kita lebih suka mencari pembenaran dengan menyalahkan sesuatu yang diluar diri, bukannya berusaha ‘meredam’ dan ‘melenyapkan setan’ yang merajalela di dalam diri.

Para pemimpin kita saat inipun sudah sulit untuk bisa dijadikan panutan. Kata-kata tersebut tidaklah layak keluar dari mulut seorang yang menjadi panutan/pimpinan. Padahal, orang tua kita dulu pernah mengajarkan, bahwa seorang pemimpin harusnya bisa; hamong, hamot, hamengku, hamemangkat. Bisa jadi panutan, ngemong, kamot (bisa mendengar dan mengerti segala keluh kesah rakyatnya), bisa memilah-milah dan memberi ganjaran kepada yang layak mendapatkan ganjaran.

Seorang teman di jejaring sosial melontarkan gurauan kepada saya, “Yang membuat pria tergoda melihat wanita memakai rok mini adalah karena di dalam rok mini tersebut ada sebuah ‘taman mini’ …” 🙄 🙄 🙄

Gurauan tersebut tidaklah keliru. Selama ini kesadaran kita memang masih berada di seputar Janaloka, kesadaran badan, kesadaran rendahan. Sehingga kita begitu mentuhankan hal-hal yang bersifat badani. Nurani kita buta, batin kita tertutup. Kita belum bisa melihat kebenaran dibalik badan.

Apa yang sebenarnya telah terjadi dengan bangsa ini ?

Bangsa ini semakin lama mengalami kemunduran moral yang semakin memprihatinkan. Bangsa ini, yang dulu terkenal di seluruh dunia sebagai bangsa yang santun dan berbudi pekerti luhur, kini telah berubah menjadi sebuah bangsa neo Barbar. Ironisnya, sebagian bangsa ini tengah menggandrungi cara berpikir dan pola pikir jahiliyah tersebut.

Kita harus akui, kita telah salah dalam memandang dan menilai suatu permasalahan. Kita telah menempa diri dengan ilmu yang keliru, hingga akhirnya bertingkah laku yang keliru pula. Selama ini kita membiasakan diri menilai sesuatu dari apa yang “tampak” di permukaan, menilai sesuatu dari apa yang “tampak” menyenangkan, dan apa yang “tampak” tidak meyenangkan. Pada akhirnya, ketika sesuatu di luar diri itu merespons tindak-tanduk kita dengan hal-hal  yang “tampak” tidak menyenangkan, lalu kitapun berdalih, berkilah, mencari pembenaran atas tingkah laku kita untuk memuaskan ego kita sendiri.

Batin kita tertutup karena kita memang tidak pernah mengolah batin kita. Kita hanya terpaku pada ayat-ayat yang tertulis, jiwa kita terbelenggu, terpenjara. Kita bagaikan mayat berjalan, bagaikan robot yang tidak bergerak jika tidak ada perintah.

Padahal mestinya, ayat-ayat suci haruslah mencerahkan jiwa, membebaskan jiwa, bukannya malah menjerat jiwa. Kita belum terbiasa, atau bahkan takut menyelam sendiri, mendengar sendiri, sehingga kita bisa paham dan mengerti akan ayat-ayat suci-Nya. Kita lebih suka mendengar ‘cerita’ orang lain, membaca/mendengar ‘hasil’ penyelaman orang lain, lalu kita menelannya mentah-mentah tanpa kita selami sendiri dan kita buktikan kebenaran ‘kabar’ yang di bawa orang lain tersebut. Ironisnya, saat orang tua kita memaparkan hasil penyelamannya sendiri, kita justru menolaknya, menuduh yang tidak-tidak, karena apa yang diungkapkan oleh orang tua kita tersebut jauh berbeda dengan ‘kata/cerita’ orang lain yang selama ini kita pahami dan kita ugemi.

Kita belum paham, bahwa ayat suci-Nya setiap hari setiap saat senantiasa diperdengarkan oleh-Nya kepada kita. Tapi kita menutup diri, kita takut untuk mendengarnya sendiri, kita takut dengan pikiran kita sendiri, takut mendapat azab dari tuhan buatan pikiran kita sendiri. Pikiran kita mengatakan, bahwa Dia, sesudah menciptakan semua ini, lalu duduk ‘ongkang-ongkang’ tanpa pernah memperdengarkan ayat-ayat suci-Nya lagi.

Sudah saatnya kita memulai, sebelum segalanya menjadi lebih parah lagi. Meskipun terlambat, tidak ada salahnya kita memulainya dari sekarang. Sudah cukup lama kita mencoba segala hal yang selama ini kita pahami, saatnya mencoba sesuatu yang ‘baru’, jika kita ingin berubah menjadi lebih baik. Belajar dari apa yang telah berlalu, lalu jadikan masa lalu tersebut sebagai pijakan untuk memperbaiki diri di masa yang akan datang.

Sumangga …..

5 STEPS TO AWARENESS ; 40 Kebiasaan Orang Yang Tercerahkan (Langkah Ke Empat ; Point 32)


Saduran dan ulasan dalam Bahasa Indonesia oleh : ANAND KRISHNA

 

LANGKAH KE EMPAT

32. SAVE YOURSELF FROM THE MESHES OF OTHER PEOPLES’ KINDESS – Lindungi dirimu dari jala kebaikan orang lain

 

Jangan sampai kau tertangkap dan terperangkap dalam jala itu. Jangan sampai hilang kebebasanmu.

Ada yang sedang memancing dengan alat pemancing dan cacing sebagai umpan. Ada pula yang melemparkan jala kebaikan dan berusaha untuk menangkap kita. Kita harus menolak keduanya. Jala kebaikan tidak lebih baik daripada alat pemancing yang menggunakan cacing sebagai umpan.

Hendaknya kita tidak terbebani oleh kebaikan yang dilakukan oleh orang lain, sehingga tidak mampu berdiri tegak lagi. Dalam keseharian hidup, janganlah meminjam sesuatu dari orang lain. Janganlah tergantung pada pinjaman orang Baca selengkapnya…