Beranda > Ekonomi > MENJUAL GARUDA, MENJUAL ASET EKONOMI DAN SEJARAH BANGSA !

MENJUAL GARUDA, MENJUAL ASET EKONOMI DAN SEJARAH BANGSA !

Sumber : AMPERA ONLINE, Jum’at, 14 Januari 2011

Pada tanggal 15 Juni 1948, Bung Karno tiba di Aceh dan sekaligus memulai kunjungan menggali dukungan di ujung paling barat Indonesia itu. Alhasil, lawatan Bung Karno tidaklah sia-sia, sebab rakyat Aceh memberikan sokongan penuh: menyumbang uang yang nilainya setara dengan 20 kg emas. Dengan sumbangan itulah pemerintah RI membeli pesawat Seulawah RI-001, cikal bakal dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia.

Kemudian, pada 12 Januari 2010 kemarin, Presiden SBY dengan entengnya telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) mengenai privatisasi maskapai penerbangan tersebut. Jika rakyat Aceh telah berkeringat peluh dan darah untuk mengumpulkan dana bagi pembelian pesawat RI yang pertama, maka SBY dengan santai “mengobralnya” kepada pihak asing.

Privatisasi PT. Garuda Indonesia memang tidak senyaring kabar plesiran Gayus Tambunan ke luar negeri. Dan, seperti juga kasus PT. Krakatau Steel, kalaupun ada yang mempersoalkannya, maka itu tidak lebih dari sekedar “buang angin”. Padahal, jumlah saham Garuda Indonesia yang akan dijual melalui mekanisme IPO mencapai 30%, yang dipatok dengan harga di kisaran 750 hingga 1.100 rupiah atau sekitar $0,083-$0,122 per saham.

Alasan penjualan Garuda Indonesia tidak berbeda dengan alasan penjualan BUMN lainnya, yaitu penambahan modal dan perbaikan manajemen. Dengan menjual saham sebesar 30%, maka manajemen Garuda berharap bisa mendapatkan tambahan modal sebesar US$ 1,1 miliar untuk menunjang ekpansi pasar.

Performa Garuda Indonesia sebetulnya tidak buruk. Meski pernah dilarang terbang di kawasan Eropa dan sekitarnya karena alasan keamanan, tetapi maskapai penerbangan nasional ini tetap bisa berkembang dengan baik. Garuda Indonesia memang sempat mengalami kerugian sebesar Rp39,5 miliar rupiah dalam waktu sembilan bulan, tetapi di bulan November secara mengejutkan maskapai ini justru mengalami keruntungan sebesar Rp194 miliar rupiah.

Pihak asing pun sedang mengincar saham Garuda Indonesia ini. Dua perusahaan asing, yaitu Citigroup Inc dan UBS AG, sudah mengambil ancang-ancang untuk memborong saham Garuda tersebut. Jika pihak asing berhasil mencaplok Garuda, maka nyaris sempurna-lah penguasaan asing terhadap perekonomian nasional Indonesia.

Bahaya terbesar yang sedang mengancam di depan mata adalah jika IPO Garuda di borong oleh pihak asing. Dengan melihat posisi Garuda Indonesia dalam menguasai pangsa pasar penerbangan di dalam negeri, maka kepemilikan asing terhadap aset BUMN plat merah ini bisa memperbesar kontrol asing terhadap aktivitas penerbangan dan pangsa pasar penerbaangan di dalam negeri.

Disamping itu, Garuda Indonesia punya nilai historis yang sangat besar, bukan saja soal sejarah pengambil-alihan maskapai asing oleh republik, tetapi juga pengorbanan besar rakyat Aceh dalam mendukung kemerdekaan. Dengan demikian, kalaupun terjadi kelemahan dalam manajemen di Garuda Indonesia, maka solusinya tidak harus dengan menjalankan privatisasi, tetapi melakukan perbaikan secara struktural.

Belajar dari pengalaman IPO Krakatau Steel sebelumnya, tidak salah kemudian jika ada pihak yang menuding adanya aksi ‘ambil untung” di balik kebijakan privatisasi ini, terutama pundi-pundi untuk kepentingan 2014. Dan, tentu saja, pihak yang paling mungkin melakukan hal semacam itu adalah rejim politik yang sedang berkuasa.(BO)

  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar