Beranda > Ngelmu Manca > 5 STEPS TO AWARENESS ; 40 Kebiasaan Orang Yang Tercerahkan (Langkah Ke Dua ; Point 12 – 16)

5 STEPS TO AWARENESS ; 40 Kebiasaan Orang Yang Tercerahkan (Langkah Ke Dua ; Point 12 – 16)

Saduran dan ulasan dalam Bahasa Indonesia oleh : ANAND KRISHNA

12. ESCHEW ALL DESIRE-RIDDEN ACTIONS – Hindari segala kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu

Berkaryalah tanpa pamrih, tanpa memikirkan hasil akhir. Saat berkarya, bila kita memikirkan hasil akhir melulu, kesadaran kita sudah pasti terbelah. Banyak energi yang terboroskan, sehingga kebutuhan energi untuk menyelsaikan pekerjaan dengan baik tidak terpenuhi. Hasilnya pun kurang baik. Karena itu janganlah memboroskan energi dengan memikirkan hasil akhir. Pusatkan seluruh kesadaran pada apa yang sedang kita lakukan, pada karya itu sendiri, maka hasilnya sudah pasti baik.

Seorang pengabdi tidak pernah memikirkan hasil akhir. Ia sudah puas dengan kesempatan untuk mengabdi yang diperolehnya. Ia sadar sepenuhnya bahwa setiap aksi menghasilkan reaksi yang setimpal ; reaksi dengan proporsi dan kekuatan yang sama seperti aksi yang menyebabkannya. Karena itu untuk apa memikirkan hasil akhir ?

Seorang anak kecil perlu diiming-imingi dengan hadiah dan gula-gula supaya ia menyelesaikan pekerjaan rumah. Seorang dewasa tidak membutuhkan iming-iming seperti itu. Ia melaksanakan tugasnya ; Ia menunaikan kewajibannya atas kesadaran sendiri.

Seorang saadhaka, seorang true seeker, pencari sejati tidak membutuhkan iming-iming surga dan gula-gula peri berdada telanjang untuk meneruskan pencariannya. Ia sudah puas dengan kenikmatan yang diperolehnya dari pencarian itu sendiri.

13. TAKE SHELTER AT A PERFECT MASTER (SAT-GURU) – Berlindunglah pada seorang Guru Sejati

“Berlindunglah pada seorang guru sejati.”

Ya, berlindunglah, sebagaimana anda berlindung di bawah pohon yang lebat dari air hujan dan terik matahari. Berlindunglah, sebagaimana anda berlindung di dalam rumah dan badai di luar.

Kita semua mencari perlindungan jika keamanan dan kenyamanan tubuh terancam. Kita mencari perlindungan dari seorang guru bila evolusi bathin kita terancam berhenti.

Ini bukan pengkultusan, melainkan “pembudidayaan”, yaitu membudidayakan sifat-sifatnya di dalam diri kita. Dengan berlindung pada seorang rasul, misalnya, menurut Imam Besar Al-Ghazali, kita sedang membudidayakan “kelahiran Rasul di dalam diri manusia”.

14. EVERYDAY SERVE HIS LOTUS FEET – Layani teratai kaki Nya setiap hari 

“Melayani Teratai Kaki” adalah sebuah peribahasa. Kaki seorang guru diibaratkan sebagai bunga teratai. Persis seperti bunga tersebut, seorang guru tidak tercemar oleh lumpur dunia di sekitarnya. Ia tumbuh dari lumpur, tapi tidak berlumpur. Ia berada dalam dunia, tetapi keduniawian tidak menyentuhnya. Kepada seorang Guru Sejati seperti itulah hendaknya kita berlindung. Kepada seorang Guru Sejati berjiwa bebas seperti itulah hendaknya kita berindung.

Berhadapan dengan seorang Guru, saya memang kecil. Saya harus berada di bawahnya, supaya aliran kebijakan serta kasihnya dapat menyirami saya. Saya tidak bisa berada di atas dahan dan mengarapkan perlidungan dari pohon yang dahannya saya duduki itu. Berada di atas sana, saya sudah pasti basah kuyup bila turun hujan. Saya tidak bisa berada di atap rumah bila ingin berlindung dari badai dan topan. Saya harus berada di dalam rumah, di bawah atap.

15. WORSHIP “OM” THE IMMUTABLE – Bersembahlah kepada OM yang Kekal Abadi 

Berlindunglah pada seorang Guru Sejati dan melayaninya siang malam, supaya kita makin dekat dengan Zat Yang Maha Agung “Itu” !

Bersembahlah kepada OM yang Kekal Abadi, yang Tak Pernah Mutasi ; Tak Pernah Berakhir, karena Tak Berawal pula. Ia adalah Sanaatana, selalu “Ada”, di mana-mana “Ada”.

Anda boleh menyebutnya YHV, That I Am – Esensi Diri. Atau, Brahman Yang Maha Misterius, Tak Pernah Terungkap Misteri Nya. Atau, Allah Yang Tak Terwujud, namun Wajah Nya tampak jelas di barat dan di timur, di mana-mana. Buddha, Tao – apa saja sebutan anda tidak menjadi soal.

OM adalah sebuah kata generik, sebuah formula, rumusan ….. seperti H2O. Anda boleh menyebutnya air, water – apa saja tidak menjadi soal. Perbedaan nama tidak mengubah Zat-Nya. Bahkan OM sebenarnya bukan sebuah kata, tetapi sebuah “Suara” ; Suara Abadi, Getaran-getaran Illahi yang mengelilingi semesta dan menyelimutinya.

OM berada di luar dan di dalam diri kita, namun “aku” yang kecil ini, aku anand krishna, hanya bisa berada di dalam Nya.

Saat kita sadar akan keberadaan kita di dalam Nya, kita menyatu dengan Nya. Saat itu kita adalah OM ….. Kita dapat memahami hal ini ; Kita dapat menyatu dengan-Nya, namun kita tak mampu menjelaskan apa yang terjadi “saat” itu.

Saat itu “waktu” terlampaui, kata Isa, Sang Masiha. “Waktu” itu terjadilah Mi’raj bagi Nabi Muhammad. “Waktu” itu Siddharta berubah menjadi Buddha, dan Lao Tze menemukan Tao.

Kita berawal dan berakhir, namun Ia yang mengelilingi kita, OM, tidak berawal dan tiada berakhir. Kita lahir dan oleh karenanya pasti mati. Ia tidak pernah lahir, dan tidak pernah mati. Bagaimana kita mengetahui-Nya ? Darimana kita tahu bahwa Ia Tak Berawal dan Tak Berakhir ? Dari pengalaman kita sendiri. Ketika kita menyadari keberadaan diri kita di dalam-Nya, segala sesuatu yang membatasi kita runtuh. Kita merasakan Ketakterbatasan-Nya.

Namun, apakah OM itu segalanya ? Tak ada apa-apa lagi di atasnya ? Para Resi menjawab, “Entah !”. Dan, mereka jujur. OM pun berlapis-lapis. Lapis teratas yang mana, dan terbawah yang mana — entah ! Berapa banyak lapisnya, entah ! Berlapis-lapis, namun Ia Tak Terbagi. Bagaimana menjelaskan hal ini, entah !

Barangkali OM pun hanyalah Penunjuk. Barangkali, Ia pun hanya menunjuk kepada Hyang ….., entah !

Kata orang, “Ini ajaran yang tidak pasti.”

Dan ketidak pastian itu yang membuatnya sangat ilmiah, karena penemuan-penemuan ilmiah berangkat dari ketakpastian. Ketakpastian itu yang memberikan energi kepada para ilmuwan untuk mencari terus. Ketakpastian itu yang menjadi pemicu bagi perkembangan dan kemajuan di segala bidang.

Evolusi batinpun tergantung pada ketakpastian, karena “kepastian” justru menghentikan evolusi. Bila manusia sudah “pasti” tidak luput dari dosa, kemudian untuk apa berperilaku baik segala ? Ia tetap makhluk berdosa. Kepastian tidak memberi peluang kepada kita untuk berubah, untuk berkembang.

Sesungguhnya, “kepastian” hanyalah sebuah kata. Sesungguhnya kepastian tidak ada, tidak eksis. “Kematian” pun tidak dapat dijelaskan secara pasti. Karena, kematian bukanlah sebuah titik. Kematian adalah sebuah proses. Dalam proses itu terjadi “perubahan”. Tidak ada yang berakhir.

Ilmu bukanlah sesuatu yang pasti. Bahkan yang disebut ilmu pastipun tidak pasti. Ilmu berkembang terus. Dan perkembangannya tidak pasti. Berkembang ke arah mana — entah, tidak pasti ! Dan, ketidakpastian itu yang membuat ilmu menarik. Ketidakpastian ituyang memicu para ilmuwan untuk meneliti terus, untuk berkembang terus. Perkembangan hanya mungkin dalam alam ketakpastian.

Bersembahlah kepada OM Yang Kekal Abadi. Dan, berkembanglah bersamaNya dalam kekekalan-Nya, dalam Keabadian-Nya.

16. LISTEN IN DEPTH THE UPANISHADIC DECLARATIONS – Dengarkanlah pernyataan-pernyataan Upanishad

Kitab-kitab yang biasa disebut Upanishad, belasan dari ratusan yang pernah ada, merupakan “hasil dari upanishad”. Kitab-kitab itu bukanlah upanishad. Upanishad berarti “duduk bersama”. Duduk bersama mereka yang telah melihat, telah menyaksikan Kebenaran.

Banyak yang tahu tentang Kebenaran ; banyak pula yang bicara tentang-Nya, namun duduk bersama mereka tidak bisa disebut upanishad. Mereka belum “melihat” Kebenaran. Mereka belum “menyaksikan”-Nya. Sia-sia saja bila kita duduk bersama mereka. Pernyataan-pernyataan mereka tak akan membantu kita.

“Pernyataan Upanishad” adalah “Pernyataan mereka yang telah menyaksikan Kebenaran”. Mereka yang telah menyaksikan Kebenaran disebut Rishi — Ia yang telah melihat. Mereka bukanlah monopoli satu kebudayaan. Mereka tidak hanya lahir dalam masyarakat tertentu atau di negara tertentu. Para Rishi atau Resi adalah Manusia Allah, Manusia Dunia. Mereka adalah Warga Semesta. Isa adalah Rishi, Muhammad adalah Rishi. Masih ingat deklarasi Sang Nabi, “Aku telah Menyaksikan …..”

“Aku telah menyaksikan Ia Yang Tak Terlihat. Aku telah merasakan kehadiran Ia Yang Maha Hadir adanya.” Para Rishi memiliki pengalaman pribadi. Jiwa mereka telah terbakar oleh pengalaman itu, maka duduk bersama mereka kita pasti akan ikut terbakar. Setidaknya hangus sedikit. Saat itu, saat jiwa kita hangus terbakar, kita mendengar pernyataan-pernyataan yang mencerahkan itu:

Ia menyelimuti Semesta. Semesta berada di dalam-Nya. Termasuk dirimu, kaupun berada didalam-Nya. Tak ada sesuatu di luar Dia. Yang ada hanyalah Dia — Dia, Dia, Dia, Dia …..

  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar